BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesenian,
keindahan, estetika, mewujudkan nilai rasa dalam arti luas dan wajib diwakili
dalam kebudayaan lengkap. Kedwisatuan manusia yang terdiri atas budi dan badan
tak dapat mengungkapkan pengalamannya secara memadaidengan akal murni saja.
Rasa mempunyai kepekaan terhadap kenyataan yang tidak ditemukan oleh akal.
Percobaan untuk memahami persoalan hidup manusia dalam segala dimensinya tidak
membawa hasil yang memuaskan, selama itu terbatas pada pembentangan
konsep-konsep. Kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur
kebudayaan universal. Kebudayaan merupakan “Keseluruhan gagasan dan karya
manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari
hasil budi dan karyanya itu”. Itu berarti bahwa kesenian juga merupakan hasil
budi dan karya manusia.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kesenian berarti perihal seni atau
keindahan. Kesenian berasal dari kata dasar seni. Kata seni merupakan
terjemahan dari bahasa asing “Art” (bahasa Inggris) istilah “Art” sendiri
sumbernya berpangkal dari bahasa Itali, yaitu “arti”. Perkataan “arti” ini
dipergunakan pada zamannya untuk menunjukkan nama sesuatu benda hasil kerajinan
manusia pada masa perkembangan kebudayaan eropa klasik, yaitu pada zaman yang
dinamakan orang dengan sebutan Renaissance di Italia. Dari “arti” menjadi
“art”, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi seni. Selalu
dihubungkan dengan perasaan keindahan. Aristoteles melihat dalam kesenian
indah suatu perwujudan daya cipta manusia yang spesifik.
Fungsinya
yaitu untuk mengidealisasikan dan menguniversalkan kebenaran, sehingga
kebenaran itu menghibur, meriangkan hati dan mencamkan cita-cita mulia lebih
dalam daripada keyakinan rasional belaka. Keindahan menegaskan nilai menurut
cara khusus.
Yang
indah didefinisikan sebagai baik (pulchrum: quodvisum, auditum placet). Banyak
kecenderungan insani dapat menerima nilai indah. Sedemikian itu dibedakan
dengan seni rupa(plastic arts) sebagai seni lukis, seni pahat, seni bangunan,
seni grafis, seni suara, seni tari, seni sastra dan dramatik. Kriteria filsafat
untuk apresiasi seni secara umum dirumuskan sebagai kesesuaian setepat mungkin
antara unsure ideo-plastik dan fisio-plastik, artinya objek kesenian semakin
indah sanggup mengekspresikan secara serupa (fisioplastik) visi atau
pemandangan orisinal mengenai suatu nilai (ideoplastik).
Seni adalah sesuatu yang
indah yang dihasilkan manusia, penghayatan manusia melalui penglihatan,
pendengaran dan perasaan. Seni merupakan penjelmaan rasa indah yang terkandung
jiwa seseorang, dilahirkan dengan perantaraan alat-alat komunikasi ke dalam bentuk
yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihat (seni lukis)
atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).
B. Pengertian Musik Tradisional
Musik
tradisional adalah musik yang hidup di masyarakat secara turun temurun, dipertahankan sebagai
sarana hiburan. Tiga komponen yang saling mempengaruhi di antaranya Seniman,
musik itu sendiri dan masyarakat penikmatnya. Sedangkan maksudnya untuk
memper-satukan persepsi antara pemikiran seniman dan masyarakat tentang usaha
bersama dalam mengembangkan dan melestarikan seni musik tradisional.
Menjadikan musik trasidional sebagai
perbendaharaan seni di masyarakat sehingga musik tradisional lebih menyentuh
pada sektor komersial umum. Kegiatan ini diharapkan mampu memberi kontribusi
bagi peserta juga kepada masyarakat luas.
Istilah Musik berasal dari
kata Mousal dari bahasa Yunani, yaitu sembilan dewi yang menguasai seni, seni murni
dan seni pengetahuan. Tetapi, umumnya musik selalu dikaitkan dengan sejumlah
nada yang terbagi dalam jarak tertentu. Dalam istilah masa kini ada 2 jarak yaitu Diantoni dan Pentagonis. Jarak Pentagonis yaitu : jarak yang memiliki jenis bunyi yang kedengarannya
seolah-olah alamiah, maka ia menjadi salah satu ciri khas bunyi instrument
tradisional, yang alatnya terbuat dan terbentuk dari bahan yang tersedia di
alam sekitarnya, seperti kayu, bambu, logam, tanduk, kulit hewan dan lain
sebagainya.
C. Teori Perubahan Kebudayaan dan Perkembangan Musik
Kebudayaan berubah seirama dengan perubahan hidup
masyarakat. Perubahan itu berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru,
teknologi baru dan akibatnyadalam penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya
kepada situasi baru . Sikap mental dan nilai budaya turut serta berkembang guna
keseimbangan dan integrasi baru. Tidak semua perubahan berarti kemajuan.
Perubahan disertai kritik, konflik dan pembatalan
nilai-nilai lama, lalu menyeleweng dari hasil yang telah tercapai, ataupun
membawa serta penghalusan warisan
kebudayaan dan peningkatan nilai-nilai. Perubahan yang paling berharga terjadi
di dalam masyarakat, di mana ketahanan mental rohani selalu sanggup
memperbaharui dirinya oleh daya kritik diri, refleksi dan daya cipta. Autokritik di hadapan nilai-nilai
objektif menjamin bahwa perubahan bersifat kemajuan.
Lapangan Autokritik itu diisi baik dengan penemuan
baru di dalam kebudayaan sendiri maupun dengan sarana, ajaran dan sikap yang
ditemukan dalam kebudayaan lain. Sedemikian itulah kebudayaan berkembang dari
dalam dan pengaruh dari luar. Perubahan atau “culture dynamics” tidak selalu
difahami atau dijelaskan oleh etnologi gaya lama.
Teori evolusionisme
menonjolkan dinamik asli, sedang diffusionisme
mengasalkan segala perubahan dari pinjaman-pinjaman Asing. Antropologi
budaya belum bebas dari pengaruh diffusionisme. Jikalau Herskovits menulis “the
civilizational role of borrowing is fundamental culture contact thus appears as
the varitable yeast of history,” maka terlupalah olehnya akan lingkungan
kebudayaan sendiri, Di dalam kebudayaan barat timbulah suatu akselerasi
perubahan yang menggemparkan dari dalam.
Faktor-faktor kebudayaan membentangkan interaksi dan
interplay manusia dan alam yang begitu kompleks itu. Alam sekitar mendorong
manusia untuk memperkembangkan daya budinya dengan akibat, bahwa dia sendiri
menciptakan alam sekitarnya. Habitat dijadikan ekosistem, bioma dijadikan
masyarakat . Masalah itu dirumuskan begini : mengapa manusia menghuni bumi
kurang lebih 600.00 tahun lamanya, namun manusia mulai menciptakan kebudayaan
kira-kira 5000 tahun yang lalu. Hal ini dikarenakan Identitas dan budi cipta
manusia dalam seluruh zaman itu agakny sama, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
itu diharapkan usaha untuk meneropong factor-faktor kebudayaan. Masalah
terjadinya dan berlangsungnya kebudayaan diteliti karena mengandung arti bagi
masa depan kebudayaan juga.
Degenerasi disebut sebagai factor yang mengakibatkan
suatu taraf kebudayaan tertentu. Penganut-penganut
faham degenerasi memandang kebudayaan purba, yang asli, yang mendahului
taraf kemerosotan kemudian sebagai
situasi keselarasan antara manusia dan alam. Dengan terciptanya keselarasan
antara manusia dengan alam maka dapat menimbulkan sebuah karya atau daya cipta
yang terbuat dari bahan alam yang terdapat di
sekitarnya.
Dalam sejarah kehidupan
manusia, musik merupakan bagian yang hidup dan berkembang sejalan dengan perkembangan
manusia itu sendiri. Musik oleh manusia dijadikan sebagai media untuk menuturkan sesuatu dari
dalam jiwanya yang tidak mampu dibahasakan melalui bahasa konvensional.
Seni musik merupakan bagian dari proses kreatif manusia dalam
mengolah bunyi-bunyian yang tercipta oleh alam. Unsur bunyi alam seperti suara
unggas, denting kayu, gesekan bambu, rintik hujan dan sebagainya, diolah ke
dalam bentuk instrumen musik yang tercipta dari tingkat ketrampilan dan
pemahaman seniman tentang keselarasan bunyi instrumen dengan ritme kehidupan
alam lingkungan sekitarnya. Asal-usul tentang bunyi instrumen musik menurut para ahli dilahirkan dari
segala upaya manusia meniru suara alam. Usaha manusia dalam keadaan seseorang
diri terekam dalam kondisi lingkungannya yang diam, sepi dan membungkam. Saat
itu manusia merasakan kekosongan batin dan kesendirian dirinya. Suasana ini
dapat terjadi ketika berada di kebun malam hari, dalam perjalanan, menghadapi
masalah pelik, berada dalam transisi jenjang kehidupan biologis, harga diri
yang terluka, kedukaan dan suasana spikologis lainnya. Lahirnya musik tradisional tidak secara spontan.
Bunyi-bunyian tercipta dari upaya manusia dalam meniru suara alam, suara
bintang, kicauan burung, deru angin dari gesekan yang terjadi dari dalam pohon dan sebagainya. Dengan
latar belakang penciptaan yang sama, beberapa alat musik yang tercipta memiliki
banyak kesamaan, baik dari bahan, cara pembuatan, bentuk dan cara memainkannya.
Kesamaan instrumen yang dihasilkan menunjukkan adanya kontak antar kelompok
masyarakat. Perkembangan selanjutnya,
manusia melalui musik menggunakan bahan-bahan kayu dan bambu sebagai alat
musik. Musik terdapat dalam setiap
kebudayaan. Musik pada awalnya juga
dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan sakral dan upacara-upacara yang
berhubungan dengan kepercayaan dan adat. Musik dipergunakan sebagai sarana
untuk membangkitkan semangat, menyemarakkan suasana, mengiringi gerak tari dan
sebagai media kesurupan (trance).
Di daerah Lampung musik
dipergunakan untuk penobatan raja, menyambut tamu kehormatan, acara perkawinan, perayaan
kemenangan dan lain-lain. Pada perkembangan selanjutnya, seni musik juga berkembang sebagai bentuk
seni pertunjukan dengan sasaran hiburan semata-mata.
Sedangkan pemanfaatnya ada
yang semata-mata untuk tujuan menghasilkan bunyi-bunyian, sebagai tanda
tertentu ataupun sebagai pengiring lagu, syair dan tari. Alat musik dalam menghasilkan bunyi dipraktekkan dengan
ditiup, dipukul, digesek dan dipetik. Di Lampung, musik
tradisional juga dipengaruhi oleh unsur-unsur kebudayaan Arab,India,barat dan
Cina . Sebagai contoh, setelah datangnya pengaruh Arab muncul kesenian yang
menggunakan rebana dengan menyenandungkan syair-syair keagamaan. Kemudian
berkembang musik gambus untuk mengeringi lagu-lagu, tari maupun instrumental.
Musik gambus ini selain menggunakan alat musik petik, juga dimainkan alat-alat
musik lain seperti gendang yang merupakan peradaban dari pengaruh India, juga menggunakan biola, terompet dan accordion yang merupakan pengaruh barat, serta tawa-tawa dan seruling dari pengaruh Cina.
Oleh karena itu dalam tulisan
ini mencoba memperkenalkan kembali alat-alat musik tradisional Lampung yang masih eksis maupun yang hampir
punah untuk dikembangkan kembali serta dihayati karena ini merupakan suatu
warisan yang harus tetap dijaga dan dipelihara kelestariannya. yang nantinya
bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
D. Permasalahan
Dari uraian Latar
belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan yang ada, yaitu : APA
SAJAKAH JENIS ALAT MUSIK DAERAH LAMPUNG ?
E.
Metode dan Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penyusunan
karya tulis ini, penulis menggunakan metode dan teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1.Observasi
Yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung dan mencatat hal-hal
yang tekait dengan karya tulis.
2.Pustaka
Yaitu data yang di peroleh dari media Internet, buku tentang alat musik Lampung.
F. Tujuan
Penelitian
Tujuan penulis
adalah :
1. Untuk mengetahui
jenis alat musik apa saja yang ada di Daerah Lampung.
2. Untuk mengetahui
sejarah singkat perkembangan musik Lampung.
3. Untuk mengetahui
kondisi atau keadaan musik Lampung.
4. Untuk menambah
wawasan para pembaca tentang jenis alat
musik Daerah
Lampung.
5. Serta untuk
memenuhi tugas mata kuliah Wawasan Seni Budaya.
BABII
PEMBAHASAN
A. Kulintang
Kulintang adalah nama alat musik tradisional Lampung yang dipergunakan sebagai pengiring dalam tarian adat. Pada awal perkembangannya sekitar pada abad ke 4 SM musik ini dibuat dari bahan bambu. Akan tetapi sekarang musik kulintang tersebut sudah mempergunakan beberapa alat musik gamolan sebagai penggantinya. Kulintang disebut sebagai musik tradisional bukan saja karena alat-alat musiknya yang masih sederhana, maupun jenis-jenis lagunya, tetapi kulintang merupakan warisan nenek moyang kita.
Musik Kulintang dipakai oleh setiap Suku Lampung. Hanya saja sebutan terhadap musik ini bagi setiap daerah berbeda-beda. Seperti Gamolan di daerah Liwa, Belalau di Kota Agung, Kakhumung di daerah Lampung Utara bagian timur (Sukadana, Gunung Sugih, Labuhan Maringgai, Kota Bumi dan Menggala). Walapu namanya berbeda-beda, tetapi pada dasarnya sama. Persamaan ini terletak pada instrument musik, lagu dan tema lagu serta fungsinya. Musik ini sangat erat hubungannya dengan adat dan Agama (Islam), umumnya monoton dan non-diantonis.
B. Bangsa lain yang mempengaruhi terciptanya musik Lampung
Sebagaimana sebuah daerah, Lampung memiliki beraneka ragam
jenis musik, mulai dari jenis tradisional hingga modern (musik modern yang
mengadopsi kebudayaan musik global). Adapun jenis musik yang masih bertahan hingga
sekarang adalah Klasik Lampung. Jenis musik ini biasanya diiringi oleh alat
musik gambus dan gitar akustik. Jenis musik ini merupakan perpaduan budaya
Islam dan budaya asli itu sendiri. Beberapa kegiatan festival diadakan dengan
tujuan untuk mengembangkan budaya musik tradisional tanpa harus khawatir akan
kehilangan jati diri. Festival Krakatau, contohnya adalah sebuah Festival yang diadakan
oleh Pemda Lampung yang bertujuan untuk mengenalkan Lampung kepada dunia luar
dan sekaligus menjadi ajang promosi pariwisata.
Alat musik khas
Lampung, segera didaftarkan untuk mendapat pengakuan internasional dari United
Nations Educational, Scientific, Cultural Organization (UNESCO). Alat musik
dari bambu ini juga diupayakan mendapat hak kekayaan intelektual atau Haki dari
Kementerian Hukum dan HAM.
Anggota Majelis
Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kota Bandar Lampung Fajar Ramadhan Muchtar, mengatakan
target utama dimunculkannya alat musik gamolan ini untuk mengenalkan
ke publik dan mendapat pengakuan dari lembaga internasional.
C. Seni musik Lampung Pesisir
Seni musik Lampung Pesisir lebih
dikenal dengan nama musik Gambus, seperti halnya seni musik Lampung pepadun.
Keduanya merupakan seni musik mendominasi kesenian Lampung Saibatin terutama di
Daerah Pesisir baik untuk acara seremonial dan upacara Adat. Menurut perkiraan,
seni musik Gambus dibawa oleh masyarakat Banten. Sekelompok orang ini adalah
seniman musik yang datang ke Lampung untuk menyebarkan Agama Islam untuk
pertama kalinya. Seni musik Gambus digunakan sebagai media untuk memudahkan
komunikasi dengan penduduk asli agar kesadaran tersendiri untuk memeluk Agama
Islam.
Seni musik Gambus dimainkan dalam
bentuk orkestra (orkestra gambus). Instrumen pokok yang digunakan satu diantaranya
adalah terbang. Pada seni vocal, musik lebih berfungsi rekreatif yaitu
menghibur diri, melepas kebosanan hidup, pembangkit semangat dan mungkin
sebagai protes mengenai ketidakadilan.
D. Sejarah Gamolan
Menilik Gamolan sebagai sebuah instrumen musik tidak
dapat dipisahkan dari perjalanan panjang Peradaban Sekala Brak sebagai salah
satu produk budaya dari Peradaban Sekala Brak Kuno. Gamolan sebagai sebuah
instrumen musik telah menyertai Peradaban Sekala Brak sampai saat ini dalam
aspek Seni dan Tradisi.
Gamolan Lampung telah diteliti oleh
Prof Margaret J Kartomi dan dicantumkan dalam bukunya “Musical Instruments
of Indonesia” yang diterbitkan oleh Indonesian Art Society Association
With The Department of Music Monash University, 1985. Prof Margaret J Kartomi
adalah seorang Profesor Musik dari Monash University Australia yang telah
menggeluti musik Gamolan
selama lebih dari 30 tahun, Ia datang ke Lampung Barat pada 1982.
Dalam bukunya
Prof Margaret menyebutkan bahwa Gamolan berasal dari Liwa daerah pegunungan
dibagian barat Lampung, “A Gamolan origin from Liwa in the montainous
nortwest area of Lampung”. Hipotesa yang menyatakan bahwa seperangkat
Orkestra Gamelan Jawa adalah berasal dan merupakan pengembangan dan
perkembangan dari Gamolan Lampung juga sangat kuat dan mempunyai alur yang
jelas. Setidaknya ada tiga hal yang menguatkan hipotesa ini, yang pertama
adalah bahwa “hal yang relatif sederhana adalah
merupakan Peradaban awal dan adalah permulaan dari pengembangan hal yang lebih
rumit dan kompleks”.
Yang kedua secara etimologi dalam konteks nama
relatif tidak berubah dari Gamolan [Lampung] menjadi Gamelan [Jawa], yang
ketiga Gamolan Lampung dibawa ke Pulau Jawa dan bermetamorfosa sedemikian rupa
menjadi seperangkat Orkestra Gamelan Jawa, Gamolan Lampung dibawa kepulau Jawa
saat Sriwijaya menguasai Nusantara termasuk Jawa. Gamolan Lampung terpahat
dalam relief di Candi Borobudur [Abad ke 8 M].
Candi Borobudur
sendiri dibangun oleh Dinasti Syailendra Sriwijaya, sekelompok orang yang
membuat Candi Borobudur juga adalah orang Lampung. Sriwijaya sebagai sebuah
Kerajaan Maritim terbesar diAsia Tenggara mempunyai perjalanan Sejarah yang
panjang dan pertautan yang sangat erat dengan Sekala Brak Kuno.
Kerajaan
Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Sri Jaya Naga seorang Raja Budhist dari
Ranau Sekala Brak, Pendiri Sriwijaya ini dijuluki Syailendravarmsa atau Raja
Pegunungan, hal ini didukung oleh pendapat para ahli dan Sejarawan sebagaimana
yang diungkapkan oleh Lawrence Palmer Briggs dalam “The Origin of Syailendra
Dinasty” Journal of American Oriental Society Vol 70, 1950, Lawrence
menyatakan bahwa “Sebelum Tahun 683 Masehi Ibu Negeri Sriwijaya terletak
didaerah pegunungan agak jauh dari Palembang, tempat itu dipayungi oleh dua
Gunung dan dilatari oleh sebuah Danau. Itulah sebabnya Syailendra dan
Keluarganya disebut Raja Pegunungan”, jelas bahwa dua Gunung yang dimaksud oleh
Lawrence adalah Gunung Pesagi dan Gunung Seminung, sementara Danau yang
dimaksud adalah Danau Ranau.
Setelah perpindahan dari Sekala Brak, Sriwijaya
setidaknya tiga kali berpindah Ibu Negeri yaitu Minanga Komering, Palembang dan
Darmasraya Jambi, namun demikian para Sejarawan juga ada yang berpendapat bahwa
Patthani diselatan Thailand adalah Ibu Negeri Terakhir Sriwijaya. Secara
etimologi Gamolan berasal dari kata Gamol yang artinya Gemuruh atau
Getar yang berasal dari suara bambu dan menjadi Gamolan yang artinya
Bergemuruhan atau Bergetaran, sementara Begamol artinya Berkumpul.
Gamolan pada awalnya merupakan instrumen
tunggal yang konon dimainkan dan yang menemani seorang Mekhanai Tuha
atau Bujang Lapuk, yang menetak Pekhing Mati Temeggi atau tunggul
bambu tua tegak yang sudah lama mati. Gamolan yang merupakan instrumen xilophone yang berasal dari Sekala Brak
ini, dideskripsikan oleh Prof Margaret J Kartomi dalam “Musical Instruments
of Indonesia”.
Gamolan terdiri
dari delapan lempengan bambu dan memiliki kisaran nada lebih dari satu oktaf,
lempengan bambu tersebut diikat secara bersambung dengan tali rotan yang
disusupkan melalui sebuah lubang yang ada disetiap lempengan dan disimpul
dibagian teratas lempeng. Penyangga yang tergantung bebas diatas wadah kayu
memberikan resonansi ketika lempeng bambunya dipukul oleh sepasang tongkat
kayu, Gamolan memiliki tangga nada 1 2 3 5 6 7, dua orang pemain duduk
dibelakang alat musik ini salah satu dari mereka memimpin [Begamol]
memainkan pola pola melodis pada enam lempeng, dan yang satunya [Gelitak]
mengikutinya pada dua lempeng sisanya, lempeng lempeng pada Gamolan distem
dengan cara menyerut punggung bambu agar berbentuk cekung, Gamolan dimainkan
bersama-sama dengan sepasang gong [Tala], drum yang kedua ujungnya
bisa dipukul [Gindang] dan sepasang simbal kuningan [Rujih].
Pergeseran istilah instrumen musik ini dari
Gamolan menjadi Cetik, konon karena tampilan suara yang dihasilkan oleh Gamolan
sehingga akhirnya Gamolan juga dijuluki sebagai Cetik. Namun karena Cetik juga
merupakan suatu nama tarian disalah satu Daerah Lampung sehingga pemerintah
mengambil jalan tengah bahwa nama Gamolanlah yang pas untuk musik bambu
ini,agar tidak menimbulkan perselisihan antar wilayah bagian di Lampung.
Pergeseran istilah ini terjadi pada sekitar tahun 2010an, demikianlah penyebutan
Gamolan akhirnya menjadi lumrah dan
menjadi sebutan yang umum bagi Gamolan bahkan dalam penulisan sekalipun seperti
dalam penulisan Buku Pelajaran Muatan Lokal untuk Provinsi Lampung, namun
demikian beberapa Peneliti dari Taman Budaya Provinsi Lampung menyebut
instrumen musik ini sebagai Kulintang. Demikianlah dinamika Gamolan dalam
istilah dan penyebutan, karenanya Penulis sepakat untuk kembali menyebut
Gamolan, bagi instrumen musik ini karena terkait dengan sejarah panjang serta
fungsi dan peranan Gamolan dalam tradisi Masyarakat Adat Sekala Brak sebagai
origin dari Gamolan Lampung. Belum jelas seperti apa tepatnya informasi yang
menyatakan bahwa Way Kanan juga merupakan origin dari Gamolan Pekhing ini,
namun sepertinya alasan politis dan kepentingan lebih berperan disini.
Walaupun sebagian besar Etnis Lampung dari
berbagai Buway dan Marga dari setiap Konfederasi Adat memiliki Tambo Sejarahnya
masing masing dan mengakui bahwa Puyang Ulun Lampung berasal dari dataran
tinggi Sekala Brak dikaki Gunung Pesagi. Namun demikian tidak ada “Origin
Bersama” dari sebuah Produk Kebudayaan, Keris misalnya walaupun telah menjadi
salah satu Produk Kebudayaan besar Nusantara dan telah menjadi Produk Budaya
dan Tradisi bukan saja Jawa tapi juga Bali, Sasak, Sunda, Bugis bahkan Melayu
namun tidak dapat dipungkiri bahwa Keris adalah produk dari Kebudayaan Jawa
yang merupakan daerah originnya. Demikianlah apapun dan bagaimanapun dinamika
dari sebuah Kebudayaan, namun Sejarah dan Istilah harus diluruskan karena
berkaitan dengan Tradisi, Falsafah dan perjalanan panjang Sejarah dan Peradaban
dari sebuah Suku Bangsa.
E.
Instrumen Musik Tradisional
Koleksi Musium Lampung
Jenis
Aerophone
Instrumen musik Aerophone Koleksi Museum Lampung yang khas adalah
seruling/ serdam dan terompet. Kedua alat musik ini dapat disatukan secara
tunggal dan orkestra. Sebagai instrumen tunggal, ia lebih berfungsi sebagai
pengiring seni Vokal. Dalam orkestra, kedua alat musik ini merupakan bagian
dari instrumen untuk upacara adat, keagamaan dan tari-tarian.
1.
Seruling/
Serdam
Seruling/
Serdam adalah sejenis alat musik tiup menyerupai seruling. Musik ini berfungsi
untuk mewujudkan perasaan rindu dendam atau cinta kasih dan juga perasaan sedih
dikalangan bujang gadis.
Alat musik ini
tidak boleh dibunyikan pada tempat dan waktu sembarangan terutama pada waktu
musibah atau kematian.
Alat musik
ini kadang dipergunakan secara pribadi sebagai alat untuk mengungkapkan
perasaan dalam bentuk bunyi-bunyian/ melantunkan lagu-lagu, kadang juga
dipergunakan dalam suatu kelompok musik (misalnya : musik Gambus, Melayu,
Rebana/ Qosidah, Hadrah dan lain-lain).
Asal-usul suling secara
pasti tidak diketahui, namun ada sebuah indikasi bahwa untuk membuat suling
disebut bambu cina, dari sini dapat dijadikan acuan, kemungkinan alat musik ini
ada di Daerah Lampung dibawa oleh para pedagang Cina yang memang sudah
mengadakan hubngan dagang dengan masyarakat Lampung sejak awal abad Masehi. Serdam
terbuat dari bambu yang panjangnya kurang lebih 50cm.
Konstruksinya seperti seruling dengan jumlah lubang nada 5 yaitu :
1.
Lubang
untuk meniup
2.
Lubang
nada ( 3 lubang )
3.
Lubang
interval ( lesoknya di bawah )
Teknik pembuatannya harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
1.
Rumpun
bambu harus tumbuh dekat air yang mengalir, sampai beberapa pucuk bambu
tersebut ada yang mengenai air.
2.
Ambil
tujuh batang bambu yang pucuknya menyentuh air dan setiap batang diambil satu
ruas yang terbaik.
3.
Ketujuh
ruas pilihan tadi dihanyutkan bersama-sama di tenga-tengah arus air dan yang
paling dahulu hanyut itulah yang diambil.
4.
Pembuatan
lubang harus dilakukan pada malam jum’at dan harus menunggu elang berbunyi.
5.
Seusai
dilubangi,serdam itu diletakan di atas makam bujang gadis selama tujuh hari
tujuh malam.
2.
Terompet
Terompet
adalah alat musik tiup terbuat dari kayu dan kuningan. Terdiri dari corong
(dari kuningan) bagian tangkainya kayu bulat bagian dalamnya berlubang (seperti
suling) dan bagian ujungnya untuk meniup (tempat mulut) terbuat dari tempurung
kelapa.
Cara
menggunakannya : mulut ditempelkan pada tempurung, jari-jari dimainkan pada
permukaan terompet yang ada lubangnya sesuai nada yang dikehendaki. Alat music
ini pada umumnya dipergunakan oleh masyarakat Lampung bersama dengan gendang
dan gong/gender untuk mengiringi tarian pencak silat, alat ini diperkirakan
berasal dari Jawa.
Jenis
Chardophone
Instrument musik Chardopohne yang berdawai berupa gambus. Gambus yang
dimainkan tunggal diiringi syair rakyat Lampung yang mengungkapkan nasehat dan
keagamaan. Gambus adalah salah satu alat musil petik, bentuknya sepeti mandolin
senarnya berjumlah tujuh buah. Alat musik ini merupakan salah satu bagian dari
unit musik gambus. Gambus yang terbuat dari kayu dan kulit binatang (kambing).
Cara membuatnya sepotong kayu ( sesuai dengan yang dikehendaki ) dibentuk
sedemikian rupa.
Pada bagian tertentu dibuat rongga, dan kemudian ditutup dengan kulit
binatang( kambing ), pada bagian atas dibuat lubang untuk tempat mengait atau
menyetel senar, begitu juga dengan bagian permukaan kulit diberi potongan kayu.
Asal-usul alat musik gambus diperkirakan daerah assyira, yang kemudian
berkembang ke Wilayah Asia Tengara. Alat musik ini masuk Daerah Lampung
diperkirakan dibawa oleh orang-orang dari Daerah Banten yang menyebarkan agama
Islam di Daerah Lampung. Sedangkan bentuk gambus yang sekarang banyak kita
jumpai dimungkinkan sudah merupakan perpaduan (akulturasi) dari Persia, Mandola
dari Arab serta Vehuela dari Spanyol.
1.
Gambus Lunik atau Gambus anak buha
Gambus
Lunik adalah alat musik yang terbuat dari kayu (baiknya kayu nangka)dan kulit,
berdawai, bersenar. Alat musik ini mengiringi lagu-lagu, baik berfungsi sebagai
hiburan atau sebagai musik pengiring tari. Keberadaan alat musik gambus adalah salah satu yang menarik
dicermati, menurut para ahli, seperti Kurt Sachs, Hornbostel, Kunst, Farmer dan
lain-lain, setelah mengadakan perbandingan-perbandingan dalam penelitian
etnomusikologis meliputi wilayah Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan
Indonesia, berpendapat bahwa instrumen gambus tersebut berasal dari
Arabia.
Masuknya musik dan
alat musik gambus ke daerah-daerah di Indonesia, bersamaan dengan
masuknya pengaruh Islam ke daerah yang bersangkutan, sehingga warna musiknya
pun bernafaskan Islam dengan syair berbahasa Arab.
Dalam
perkembangannya, musik gambus juga diperkaya dengan syair berbahasa
Melayu dan India di samping juga membawakan lagu-lagu daerah dengan berbagai
ragam variasi dalam jumlah kelengkapan alat musiknya. Akhimya, tidak jarang
kita menemukan di pelosok-pelosok, sebuah orkes kecil mempergunakan instrumen
bernama gambus, atau tiruan dari gambus dengan lagu-lagu dalam bahasa
daerah. Apa yang dimaksud dengan musik gambus bagi masyarakat Lampung Pesisir
adalah seperti nyanyian solo dengan iringan instrument yang disebut oleh ulun
lampung adalah gambus balak ( besar), ada beberapa istilah ulun lampung untuk
menyebut bagian-bagian gambus, seperti hulu atau kepala untuk menyebut head
pegs, cuping atau kuping untuk menyebut bagian pegs, galah atau leher untuk
menyebut bagian neck, betong atau perut untuk menyebut bagian tabung resonator,
dan putt untuk menyebut bagian capping strip. Dalam sebuah lagu, umumnya si
pemain gambus merangkap sebagai penyanyi.
Lagu atau
nyanyian dengan iringan gambus lampung semacam ini disebut dengan “ peting
gambus tunggal ” atau gambus klasik. Sedikitnya ada dua macam bentuk kresi
dalam musik gambus yang dimaksud, yaitu pertama, penambahan instrument lain
seperti rebana ataupun biola, kedua, penggabungan gambus dengan instrument
combo band dan ketipung yang memainkan irama dangdut ataupun orkes melayu. Keberadaan
dan perkembanganya di daerah Lampung bertumbuh subur pada masyarakat Peminggir
yang melingkupi kabupaten Lampung barat, Lampung Selatan, Tanggamus, Pesawaran
dan sekitarnya. Terbukti banyaknya kesenian dan lomba lomba gambus pada
perhelatan festival ataupun event lainnya, sekitar tahun 90-an masyarakat
Lampung Barat khusunya masyarakat liwa, batu brak, belalau, krui terdapat
banyak group orkes gambus dari tiap pekonnya walau kini sulit dijumpai. Pada
tahun 2006 masih dapat disaksikan lomba orkes gambus antar kecamatan pada event
Festival Teluk Stabas Lampung Barat, namun mulai tahun 2007 hingga
penyelenggaraan tahun lalu perlombaan tersebut sudah tidak ada lagi.
Jenis
Idiophone
Instrumen musik Idiophone yang
terbuat dari bahan kayu/bambu, logam campuran dan perunggu adalah Gamolan, Ghujih, Talo
balak,Bended dan Canang. Gamolan Alat musik pukul terbuat dari bambu, berbentuk
persegi panjang. Berjumlah enam buah dengan ukuran dari kecil membesar, disusun
dalam satu wadah kayu.
Cara menggunakannya dipukul dengan stik kayu (tak ada ketentuan yang
pasti). Alat musik ini biasanya dipergunakan secara pribadi sebagai alat untuk
mengungkapkan perasaan dalam bentuk bunyi-bunyian dengan lagu-lagu. Keberadaan
alat musik ini di Daerah Lampung diperkirakan pengaruh dari luar.
Instrumen musik yang terbuat dari bahan logam (metalophone) berupa :
1.
Ghujih
Ghunjih
adalah alat musik pukul terbuat dari perunggu (kuningan, tembaga dan besi).
Bentuknya
bulat, bagian tengahnya luar ada yang menonjol ke luar ditengahnya terdapat
lubang tempat mengaitkan tali untuk pegangan. Ghujih terdiri dari dua buah cara
menggunakannya dengan cara memukulkan yang satu dengan yang lain. Ghujih
merupakan salah satu bagian dari unit musik kulintang. Dalam fungsi instrumen
ghujih berfungsi sebagai pemangku irama yang menguatkan irama musik kulintang.
Adapun asal usul jenis alat musik ini secara pasti belum dketahui diperkurakan
berasal dari jawa (kecrek/keprak).
2.
Gung/Talo
Balak
Gung/ Talo Balak adalah alat musik pukul yang
terbuat dari logam campuran (kuningan, tembaga dan besi). Gung merupakan salah
satu bagian dari unit musik kulintang /kelintang.
Gung yang terdapat di daerah lampung tak ada
bedanya dangan gong di daerah lain di indonesia, kemungkinan yang berbeda
adalah ukurannya.
Cara penggunaannya, gung digantung pada tiang
gantungan terbuat dari kayu biasanya diberi hiasan ukir-ukiran, posisi bagian
yang dipukul saling berhadapan (dua buah) yang satu lebih besar dari yang lain. Fungsi gung dalam musik kulintang adalah sebagai
finalis. Asal-usul gung secara pasti belum diketahui, diperkirakan berasal dari
jawa.
- Bende
Bende
adalah alat musik pukul terbuat dari logam campuran (kuningan, tembaga dan
besi). Bentuknya seperti gung hanya ukurannya lebih kecil. Bende digantung pada
kayu (Lpg:Atcak) seperti gung dan merupakan salah satu bagian dari unit musik
kulintang. Dalam fungsi instrumen, bende adalah pemangku irama.
Keberadaan
alat musik ini di Daerah Lampung secara pasti tidak ketahui, sebagai perangkat
musik kulintang yang lain, kemungkinan juga didatangkan dari daerah lain (dari
Jawa).
- Petuk / Canang
Petuk/Canang
adalah alat musik pukul yang terbuat dari logam campuran (kuningan, tembaga dan
besi). Bentuknya seperti kulintang. Petuk/Canang terdiri dari 3 buah disusun
dalam wadahkayu (biasanya dihias dengan ukiran). Petuk/Canang merupakan salah
satu bagian dari unit musik kulintang. Dalam fungsi instrumen petuk/canang
adalah sebagai pemangku irama.
Keberadaan
alat musik ini di Daerah Lampung secara pasti tidak diketahui. Kemungkinan juga
didatangkan dari daerah luar Lampung (dari Jawa).
Jenis Membranophone
- Terbang/rebana
Terbang
adalah alat musik tabuh yang terbuat dari kayu bulat, bagian bawah mengecil
pada bagian dalam berlubang, permukaan yang lebar ditutup dengan kulit binatang
yang dijalin dengan rotan, bagian luar terdapat pasak kayu yang berfungsi untuk
mengencangkan kulit terbang.
Terbang
merupakan bagian musik gambus biasanya terdiri dari 2 buah yang satu lebih
besar dari yang lain. Keberadaan musik ini di daerah lampung berhubungan erat
dengan pengaruh kebudayaan Islam, ada kemungkinan juga pengaruh dari India
- Gendang/Gender
Gendang/Gender
adalah sejenis alat musik pukul, terbuat dari bahan bulat (yang mempunyai
bentuk dari besar mengecil), dilubangi bagian tengahnya kemudian kedua sisi
yang berlubang ditutup dengan kulit binatang (kambing, menjangan atau sapi) dikait
dengan rotan. Pada bagian permukaan kayu juga berfungsi mengencangkan kulit
untuk menyetel suara. Cara memainkan gendang dipukul dengan tangan, dengan
posisi permukaan yang kecil berada di sebelah kanan dan yang lebar berada di
sebelah kiri. Gendang adalah alat musik yang dimainkan bersama-sama dengan
kulintang atau dengan dua buah gong untuk mengiringi pencak silat. Dalam
instrument musik kulintang gendang berfungsi sebagai pamurba/pemimpin irama.
Gendang diperkirakan dari Daerah lain yaitu berasal dari Jawa.
Alat-alat
musik tradisional Lampung telah menjadi salah satu ciri identitas etnis
Lampung. Penetapan alat musik tradisional dimulai dari keputusan musyawarah
bersama antara, masyarakat Lampung, tetua adat, dan para budayawan Lampung.
Instrumen musik tradisional Lampung harus berkembang dan dilestarikan sebagai
simbol kebesaran etnis Lampung yang kaya akan kreasi seni musik dan kehidupan
kesenian masyarakat Lampung.
3. Sekhdap
dan bekhdah
Yaitu
alat musik yang hampir sama seperti terbangan, namun dalam bentuk
yang besar (garis tengah berukuran 40 cm s/d 100 cm).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
informasi yang telah saya peroleh, saya dapat menyimpulkan bahwa kumpulan alat musik warisan budaya
merupakan bukti material manusia, alam dan lingkungannya yang bernilai sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Kumpulan instrument musik tradisional sebagai
bagian dari koleksi Museum Lampung merupakan benda budaya sebagai bukti
eksistensi kehidupan kesenian terutama seni musik di Daerah Lampung.
Demikian
penelitian ini dibuat semoga dapat memberikan hasil yang baik dan bermanfaat
bagi pengembangan informasi tentang seluruh aspek seni musik tradisional
Lampung.
B. Saran
Dengan ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang jenis alat musik
daerah Lampung ini, semoga kita semua bisa benar-benar memahami tentang apa
yang seharusnya kita lakukan sebagai masyarakat Lampung. Sehingga, jika ada
jenis alat musik yang belum kita ketahui dapat kita pelajari lebih dalam lagi. Begitu
juga sebaliknya, jika ada jenis alat
musik yang telah kita ketahui hendaknya sebagai masyarakat Lampung sekaligus
generasi penerus, sudah sepatutnya kita
menjalankan kewajiban kita untuk melestarikannya dengan cara menyalurkan ilmu
yang telah kita dapat ke pada generasi selanjutnya. Dengan demikian, daerah
Lampung akan maju dan semua musik Lampung dapat terjaga kelestariannya .
DAFTAR PUSTAKA
ST. Vembriarto, Instrumen Musik Tradisional Lampung
Koleksi Musium Lampung, Jakarta Timur: Ghalia
Indonesia, 1982.
SJ. Bakker J.W.M., Filsafat
Kebudayaan Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Kansius, 1984
Terimakasih infonya Sangat membantu, klo boleh tau cari dmn buku musical instruments of indonesia?
BalasHapus